Senin, 09 Februari 2015

cincin kawin

Kata khitbah (الخطبة) adalah bahasa arab standar yang terpakai pergaulan sehari-hari,  Terdapat dalam firman Allah dan terdapat pula dalam sabda Nabi serta di syari’atkan dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksananya diadakan sebelum berlangsungnya akad nikah. Keadaan ini pun sudah membudaya di tengah masyarakat dan di laksanakan sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. Jadi khitbah artinya adalah peminangan, yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan perjodohan dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya. Hukum meminang adalah boleh (mubah) adapun dalil yang memperbolehkannya yaitu
وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلاَّ أَن تَقُولُوا قَوْلاً مَّعْرُوفًا وَلاَ تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمُُ
Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” ( Q.S 2: 235).
Meminang adalah merupakan kebiasaan orang Arab yang diteruskan oleh Islam. Meminang dilakukan sebelum terjadinya akad nikah dan setelah dipilih dengan baik, meminang adalah pendahuluan perkawinan, tetapi bukan akad nikah. Jika kita lihat pada saat sekarang ini terkadang orang yang meminang memberi mahar seluruhnya atau sebahagian seperti cincin kawin. Ada juga yang memberikan hadiah-hadiah sebagai penguat ikatan untuk memperkokoh hubungan baru antara peminang dan pinangannya. Tetapi harus kita ingat bahwa semua perkara adalah wewenang Allah. Dalam maslah ini para Ulama berbeda pendapat :
a. Mazhab Hanafi : berpendapat bahwa barang-barang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan pinangannya dapat diminta kembali apabila barangnya masih utuh.
b. Mazhab Maliki : berpendapat bahwa apabila pembatalan itu dating dari pihak calon suami maka barang-barang yang pernah ia berikan tidak boleh ia minta kembali, baik pemberian itu masih utuh atau berubah.

c. Mazhab Syafi’i : berpendapat bahwa hadiah harus dikembalikan kepada peminangnya. Baik pemberian itu masih utuh ataupun sudah berubah, baik pembatalan itu dating dari pihak laki-laki maupun perempuan.