Kata khitbah (الخطبة) adalah bahasa arab standar
yang terpakai pergaulan sehari-hari, Terdapat
dalam firman Allah dan terdapat pula dalam sabda Nabi serta di syari’atkan
dalam suatu perkawinan yang waktu pelaksananya diadakan sebelum berlangsungnya
akad nikah. Keadaan ini pun sudah membudaya di tengah masyarakat dan di
laksanakan sesuai dengan tradisi masyarakat setempat. Jadi khitbah artinya
adalah peminangan, yaitu melamar untuk menyatakan permintaan atau ajakan
perjodohan dari seorang laki-laki dengan seorang perempuan calon istrinya.
Hukum meminang adalah boleh (mubah) adapun dalil yang memperbolehkannya yaitu
وَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا عَرَّضْتُم
بِهِ مِنْ خِطْبَةِ النِّسَآءِ أَوْ أَكْنَنْتُمْ فِي أَنفُسِكُمْ عَلِمَ اللهُ
أَنَّكُمْ سَتَذْكُرُونَهُنَّ وَلَكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا إِلاَّ أَن
تَقُولُوا قَوْلاً مَّعْرُوفًا وَلاَ تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى
يَبْلُغَ الْكِتَابُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي
أَنفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ غَفُورٌ حَلِيمُُ
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang
wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini
mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka,
dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara
rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf. Dan
janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis
iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu;
maka takutlah kepadaNya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.” ( Q.S 2: 235).
Meminang adalah merupakan kebiasaan orang
Arab yang diteruskan oleh Islam. Meminang dilakukan sebelum terjadinya akad
nikah dan setelah dipilih dengan baik, meminang adalah pendahuluan perkawinan,
tetapi bukan akad nikah. Jika kita lihat pada saat sekarang ini terkadang orang
yang meminang memberi mahar seluruhnya atau sebahagian seperti cincin kawin. Ada juga yang
memberikan hadiah-hadiah sebagai penguat ikatan untuk memperkokoh hubungan baru
antara peminang dan pinangannya. Tetapi harus kita ingat bahwa semua perkara
adalah wewenang Allah. Dalam maslah ini para Ulama berbeda pendapat :
a. Mazhab Hanafi : berpendapat bahwa
barang-barang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada perempuan pinangannya
dapat diminta kembali apabila barangnya masih utuh.
b. Mazhab Maliki : berpendapat bahwa apabila
pembatalan itu dating dari pihak calon suami maka barang-barang yang pernah ia
berikan tidak boleh ia minta kembali, baik pemberian itu masih utuh atau
berubah.
c. Mazhab Syafi’i : berpendapat bahwa hadiah
harus dikembalikan kepada peminangnya. Baik pemberian itu masih utuh ataupun sudah berubah, baik pembatalan itu dating dari pihak laki-laki maupun
perempuan.